Kamis, 22 September 2011

Pertentangan Debt Collector

Kediri-OPSI
Dengan banyaknya masyarakat (konsumen) yang tidak mengetahui tentang perilaku atau kinerja debt collector dan ketidak mengertian konsumen tentang surat/perjanjian jual beli (perjanjian fidusia yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri setempat) selama ini, adalah sebagai bukti bahwa lemahnya tingkat per!indungan konsumen sekarang ini semakin melemah. Pihak kepolisianpun enggan untuk menindaklanjuti kasus perdata ini, “ini kasus perdata, kita hanya bisa melindungi unit saja, tapi kalau debt collector melakukan intimidasi dan melakukan pengambilan secara paksa dan sepihak terhadap unit (roda dua) tersebut tanpa adanya surat jalan dari instansi yang terkait (penerbit perjanjian fidusia) itu namanya pidana dan dapat dikenakan sangsi pidana tapi yang punya hutang ya tetap harus bayar,” imbuh AKP Suparlan (Kapolsek Kandat).

Fidusia (perjanjian jual beli) memang sangat dibutuhkan bagi konsumen, karena konsumen berhak  untuk mengetahui semua seluk beluk perjanjian angkat kredit (khusus roda dua). Yang pada dasarnya salah satu perjanjian tersebut adalah hak konsumen, tapi apakah konsumen (roda dua) mempunyainya? Ternyata tidak. Bahkan diduga semua konsumen (roda dua) tidak mengetahui apa dan bagaimana bentuk fidusia dan harus bagaimana cara mengurus perjanjian fidusia,”Yang mempunyai perjanjian fidusia yang saya ketahui hanya pengambilan mobil, karena DP (Down Payment) minimal 30% dari total harga bersih, tapi kalau DP 0% atau Rp. 500.000,- tidak ada, makanya debt collector sering kebingungan kalau ditanya masalah fidusia,” kata Pak Fadhyi Salim SH (anggota PERADI). Lantas atas dasar hukum apa pihak bank/leasing memakai jasa debt kollektor untuk pengambilan unit yang notabene adalah tugas pengadilan negeri? Dan apakah dugaan angkat kredit roda dua tanpa fidusia? PP no 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia ketentuan’ pidana Pasal 35: “Setiap orang yang dengan sengaja mamalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak. melahirkan.

Perjanjian Jaminan Fidusia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)”.Pasal 37 (2) : Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari terhitung sejak berdirinya Kantor Pendaftaran Fidusia, semua perjanjian Jaminan Fidusia harus sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali ketentuan mengenai kewajiban pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), (3) Jika dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dilakukan penyesuaian, maka perjanjian Jaminan Fidusia tersebut bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.  u Brh / Bbs

0 komentar:

Posting Komentar