![]() |
Padi gagal panen |
BOJONEGORO - Petani di Kab. Bojonegoro menge luhkan cara pembagian bantuan penanggulangan padi pu so yang diduga kuat tidak menggunakan pedum maupun juklak juknis, ironisnya UPT di masing-masing Kecamat an sampai Kepala Dinas Pertanian terkesan tutup mata serta melegalkan kebijakan masing-masing desa meski menyalahi aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk penanggulangan petani yang gagal panen atau dengan istilah BP3 (Bantuan Penanggulangan Padi Puso) akibat tanaman padi mereka diserang wereng (jenis hama padi) sehingga para petani di kabupaten bojo negoro mengalami gagal panen total pada musim tanam ke-2 kira kira maret sampai juli 2011 lalu dengan kerusaka 75% keatas dan para petani yang pernah mengalami gagal panen itu bisa bernafas lega sebab melalui pengajuanya, pemerintah pusat mengalo ka sikan dana anggaran untuk petani yang ga gal panen meski bantuan dari pemerintah belum maksimal namun sedikit dapat me ngurangi beban hutang dan kerugian yang pernah mereka alami akibat gagal panen itu, disaat pemerintah pusat ada perhatian terhadap petani dengan anggaran yang cu kup besar dan disitulah mulai terindikasi ketidakberesan, baik itu dari birokrasi yang paling bawah sampai di dinas pertanian tingkat Kabupaten,
Alokasi Bantuan Puso di Kab. Bojone goro mencapai angka milyaran rupiah, na mun dalam praktik di lapangan dalam realisasi BP3 dianggap oleh kalangan media dan LSM tidak sesuai dengan Pedum juga juklak juknis dan menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan pemerintah, sebab sesuai data yang di himpun oleh beberapa LSM dan media yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Bersatu hampir 80% desa yang menerima bantuan BP3 tidak menggunakan pedoman pedum maupun juklak juknis serta aturan yang telah di te tapkan oleh pemerintah. Dalam pelaksana anya rata-rata desa di Kab. Bojonegoro memiliki kebijakan sendiri sesuai dengan kesepakatan yang sudah barang tentu ber tentangan dengan Peraturan Pemerintah, sebab kalau bantuan BP3 diperuntukan bagi petani yang mempunyai lahan sawah dan mengalami gagal panen,
Sesuai hasil temuan OPSI Bojonegoro, di beberapa kecamatan di Kab. Bojonegoro seperti Kec. Kalitidu, Kec. Kapas dan Kec. Balen rata-rata dalam merealisasikan BP3 dibagi merata baik mereka yang mempu nyai lahan sawah maupun mereka yang tidak memiliki lahanpun juga dapat bagian hanya saja nilainya yang tidak sama ada yang dibagi tiap-tiap Kartu Keluarga (KK) ada juga yang di bagi tiap rumah, tergan tung kebijakan dan kesepakatan yang mereka buat sebelum pembagian BP3 itu, namun kebijakan tersebut sudah jelah me nyalahi pedum serta juklak juknis yang ada. Menurut pandangan kalangan LSM semakin besarnya anggaran yang diku curkan tidak menutup kemungkinan se makin besar pula terjadinya penyimpang an, ungkap salah satu aktifis dari Aliansi Jurnalis Bersatu, seperti yang terjadi di salah satu desa di Kec. Balen yang diung kapkan Ketua Poktan Subur 2 desa Leng kong Kec. Balen bahwa ada intruksi dari Camat melalui Kepala Desa kalau bantuan Puso tersebut tidak diberikan petani secara keseluruhan, namun 20% nya disetorkan Kepala Desa, dengan alasan akan diberi kan ke Kecamatan, desa Lengkong mene rima BP3 sekitar 94 ha, yang dibagi dua Poktan masing-masing Poktan Subur 1 menerima 54 ha dan Poktan Subur 2 me nerima 40 ha, dalam pembagian bantuan BP3 di desa tersebut di duga tidak sesuai dengan Pedum, maupun juklak juknis, se bab dalam Pedum dalam 1 ha menerima Rp 3.700.000, faktanya dilapangan dite rima para petani rata-rata 1 juta tiap satu ha, sementara dari pihak Kec. Balen ketika dikonfirmasi wartawan menyampaikan pihaknya tidak pernah memberi intruksi se perti itu, di dalam sosialisasinya Amir (Ca mat) juga menyampaikan agar BP3 di reali sasikan seperti yang ada di dalam juklak juknis maupun Pedum, agar dike mudian hari tidak menimbulkan masalah. uTim
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk penanggulangan petani yang gagal panen atau dengan istilah BP3 (Bantuan Penanggulangan Padi Puso) akibat tanaman padi mereka diserang wereng (jenis hama padi) sehingga para petani di kabupaten bojo negoro mengalami gagal panen total pada musim tanam ke-2 kira kira maret sampai juli 2011 lalu dengan kerusaka 75% keatas dan para petani yang pernah mengalami gagal panen itu bisa bernafas lega sebab melalui pengajuanya, pemerintah pusat mengalo ka sikan dana anggaran untuk petani yang ga gal panen meski bantuan dari pemerintah belum maksimal namun sedikit dapat me ngurangi beban hutang dan kerugian yang pernah mereka alami akibat gagal panen itu, disaat pemerintah pusat ada perhatian terhadap petani dengan anggaran yang cu kup besar dan disitulah mulai terindikasi ketidakberesan, baik itu dari birokrasi yang paling bawah sampai di dinas pertanian tingkat Kabupaten,
Alokasi Bantuan Puso di Kab. Bojone goro mencapai angka milyaran rupiah, na mun dalam praktik di lapangan dalam realisasi BP3 dianggap oleh kalangan media dan LSM tidak sesuai dengan Pedum juga juklak juknis dan menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan pemerintah, sebab sesuai data yang di himpun oleh beberapa LSM dan media yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Bersatu hampir 80% desa yang menerima bantuan BP3 tidak menggunakan pedoman pedum maupun juklak juknis serta aturan yang telah di te tapkan oleh pemerintah. Dalam pelaksana anya rata-rata desa di Kab. Bojonegoro memiliki kebijakan sendiri sesuai dengan kesepakatan yang sudah barang tentu ber tentangan dengan Peraturan Pemerintah, sebab kalau bantuan BP3 diperuntukan bagi petani yang mempunyai lahan sawah dan mengalami gagal panen,
Sesuai hasil temuan OPSI Bojonegoro, di beberapa kecamatan di Kab. Bojonegoro seperti Kec. Kalitidu, Kec. Kapas dan Kec. Balen rata-rata dalam merealisasikan BP3 dibagi merata baik mereka yang mempu nyai lahan sawah maupun mereka yang tidak memiliki lahanpun juga dapat bagian hanya saja nilainya yang tidak sama ada yang dibagi tiap-tiap Kartu Keluarga (KK) ada juga yang di bagi tiap rumah, tergan tung kebijakan dan kesepakatan yang mereka buat sebelum pembagian BP3 itu, namun kebijakan tersebut sudah jelah me nyalahi pedum serta juklak juknis yang ada. Menurut pandangan kalangan LSM semakin besarnya anggaran yang diku curkan tidak menutup kemungkinan se makin besar pula terjadinya penyimpang an, ungkap salah satu aktifis dari Aliansi Jurnalis Bersatu, seperti yang terjadi di salah satu desa di Kec. Balen yang diung kapkan Ketua Poktan Subur 2 desa Leng kong Kec. Balen bahwa ada intruksi dari Camat melalui Kepala Desa kalau bantuan Puso tersebut tidak diberikan petani secara keseluruhan, namun 20% nya disetorkan Kepala Desa, dengan alasan akan diberi kan ke Kecamatan, desa Lengkong mene rima BP3 sekitar 94 ha, yang dibagi dua Poktan masing-masing Poktan Subur 1 menerima 54 ha dan Poktan Subur 2 me nerima 40 ha, dalam pembagian bantuan BP3 di desa tersebut di duga tidak sesuai dengan Pedum, maupun juklak juknis, se bab dalam Pedum dalam 1 ha menerima Rp 3.700.000, faktanya dilapangan dite rima para petani rata-rata 1 juta tiap satu ha, sementara dari pihak Kec. Balen ketika dikonfirmasi wartawan menyampaikan pihaknya tidak pernah memberi intruksi se perti itu, di dalam sosialisasinya Amir (Ca mat) juga menyampaikan agar BP3 di reali sasikan seperti yang ada di dalam juklak juknis maupun Pedum, agar dike mudian hari tidak menimbulkan masalah. uTim
0 komentar:
Posting Komentar