KALSEL : Pemerintah akan menyusun kebijakan baru soal perizinan tambang menyusul banyaknya permasalahan termasuk kerusahan yang terjadi di Bima, NTB pada 24 Desember. Menteri ESDM Jero Wacik di Jakarta, Senin me ngatakan, pihaknya sedang mendata izin-izin pertambangan yang bermasalah tersebut. “Harus ada kebijakan baru,” katanya.
Sejak era otonomi daerah, izin pertambangan baik eks plorasi maupun eksploitasi dikeluarkan bupati atau gubernur dan tidak lagi pemerintah pusat. Menurut Jero, kebijakan baru tersebut dilakukan dengan merevisi UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang tentunya setelah melalui persetujuan DPR. Ia juga mengatakan, pena taan kembali perizinan tambang sudah mendesak dilakukan karena hampir semua izin tambang yang dikeluarkan daerah saling tumpang tindih, sehingga rentan menimbulkan masalah.
“Kalau dibiarkan, nanti akan bermasalah,” katanya. Sebelumnya, Jero sudah meminta Bupati Bima mencabut SK No 188 Tahun 2010 tentang pemberian izin tambang emas kepada PT Sumber Mineral Nusantara. “Sesuai UU, saya tidak bisa mencabut izinnya, tapi mesti daerah,” katanya. Ia juga mengharapkan, seluruh kepala daerah tidak mengeluarkan izin baik eksplorasi maupun eksploitasi tambang tanpa konsultasi dengan masyarakat setempat dan DPRD.
“Banyak kepala daerah mengeluarkan izin tanpa kon sultasi dengan DPRD,” ujarnya. Sementara, Ketua Umum Masyarakat Pertambangan Indonesia, Herman Afif Kusumo mengatakan, pemerintah pusat perlu membentuk direktorat daerah di Ditjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM. “Tugasnya antara lain mengantisipasi konflik Bima ini,” katanya.
Menurut dia, pembentukan direktorat tersebut sesuai UU Minerba yang mengamanatkan pemerintah pusat melakukan supervisi. Aksi unjuk rasa warga di Bima pada 24 Desember lalu berbuntut kerusuhan yang menewaskan dua warga akibat penembakan aparat kepolisian. Warga menuntut bupati men cabut izin tambang SMN.u MN / Ant
Sejak era otonomi daerah, izin pertambangan baik eks plorasi maupun eksploitasi dikeluarkan bupati atau gubernur dan tidak lagi pemerintah pusat. Menurut Jero, kebijakan baru tersebut dilakukan dengan merevisi UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang tentunya setelah melalui persetujuan DPR. Ia juga mengatakan, pena taan kembali perizinan tambang sudah mendesak dilakukan karena hampir semua izin tambang yang dikeluarkan daerah saling tumpang tindih, sehingga rentan menimbulkan masalah.
“Kalau dibiarkan, nanti akan bermasalah,” katanya. Sebelumnya, Jero sudah meminta Bupati Bima mencabut SK No 188 Tahun 2010 tentang pemberian izin tambang emas kepada PT Sumber Mineral Nusantara. “Sesuai UU, saya tidak bisa mencabut izinnya, tapi mesti daerah,” katanya. Ia juga mengharapkan, seluruh kepala daerah tidak mengeluarkan izin baik eksplorasi maupun eksploitasi tambang tanpa konsultasi dengan masyarakat setempat dan DPRD.
“Banyak kepala daerah mengeluarkan izin tanpa kon sultasi dengan DPRD,” ujarnya. Sementara, Ketua Umum Masyarakat Pertambangan Indonesia, Herman Afif Kusumo mengatakan, pemerintah pusat perlu membentuk direktorat daerah di Ditjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM. “Tugasnya antara lain mengantisipasi konflik Bima ini,” katanya.
Menurut dia, pembentukan direktorat tersebut sesuai UU Minerba yang mengamanatkan pemerintah pusat melakukan supervisi. Aksi unjuk rasa warga di Bima pada 24 Desember lalu berbuntut kerusuhan yang menewaskan dua warga akibat penembakan aparat kepolisian. Warga menuntut bupati men cabut izin tambang SMN.u MN / Ant
0 komentar:
Posting Komentar